Fuad Hilmi Sudasman, S.KM., M.K.M, Anom Dwi Prakoso, SKM., MKM DAN HAMDAN, SKM., MKM

PEMBUATAN SABUN DARI MINYAK GORENG
  1. Dampak Kesehatan Penggunaan Minyak Goreng

Saat minyak goreng dipanaskan dengan adanya udara dan air (dari makanan), seperti pada penggorengan dan tumis lemak dalam (penggorengan), minyak tersebut dapat mengalami setidaknya tiga perubahan kimia: 1)

oksidasi asam lemak, 2) polimerisasi asam lemak, dan 3) pemecahan molekul trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol dengan hidrolisis (reaksi dengan air dari makanan yang dimasak) (Choe dan Min 2007). Ketiga perubahan kimiawi tersebut meningkat seiring dengan waktu dan suhu memasak dan dipercepat oleh adanya makanan. Jika menyangkut aspek kesehatan memasak dengan minyak nabati, oksidasi asam lemak sangat penting. Selama pemasakan, oksidasi asam lemak, baik bebas maupun trigliserida, menghasilkan lusinan senyawa baru dalam jumlah yang sangat kecil yang disebut aldehida, keton, dan alkohol. Senyawa ini menghasilkan rasa yang luar biasa dari gorengan. Tetapi dalam jumlah yang cukup, beberapa senyawa ini bisa menjadi racun.

Asam lemak dengan tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dioksidasi lebih cepat selama pemanasan di udara. Misalnya, asam linoleat yang mengandung dua ikatan rangkap teroksidasi sekitar 12 kali lebih cepat daripada asam oleat tak jenuh tunggal, sedangkan asam linolenat, yang mengandung tiga ikatan rangkap, teroksidasi sekitar 25 kali lebih cepat (Belitz et al. 2009). Minyak canola yang dipanaskan pada suhu 180 ° C menghasilkan sekitar 3,4 kali lebih banyak 2,4-decadienal daripada minyak zaitun biasa (Fullana et al. 2004). Minyak zaitun jauh lebih tinggi dalam asam oleat tak jenuh tunggal (79% dari asam lemak) daripada minyak kanola (61%), yang juga mengandung lebih banyak asam linoleat tak jenuh ganda (21%) daripada minyak zaitun (6,3%) (Stauffer 1996). Dengan kata lain, minyak kanola lebih tidak jenuh (mengandung lebih banyak ikatan rangkap karbon-karbon) daripada minyak zaitun, sehingga lebih mudah teroksidasi (Crosby 2015). Demikian pula, minyak kedelai dengan lebih banyak asam linoleat (54%) menghasilkan hampir 4,5 kali lebih banyak 2,4-dekadienal daripada minyak zaitun. Tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi berarti lebih banyak oksidasi selama penggorengan, sehingga minyak kanola dan kedelai menghasilkan lebih banyak 2,4-dekadienal daripada minyak zaitun dan minyak sawit.

Diperkirakan terdapat 18 juta kasus kanker di seluruh dunia pada tahun 2018, dari 9,5 juta kasus tersebut terjadi pada pria dan 8,5 juta pada wanita. Setelah paru-paru (12,3%) dan kanker payudara (12,3%), kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling umum (10,6%) kasus baru pada tahun 2018. Dengan beban global yang terus meningkat ini, pencegahan kanker merupakan

salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling signifikan dari abad ke-21.. Louise Meincke, Kepala Kebijakan dan Urusan Publik Cancer Research Fund International menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, dan penerimaan ‘makanan cepat saji’ berkontribusi pada peningkatan tingkat obesitas di seluruh dunia. Itulah mengapa perubahan perlu terjadi pada tingkat kebijakan dan individu. Kegemukan dan obesitas, umumnya dinilai dengan berbagai ukuran antropometri diantaranya Indeks Massa Tubuh (BMI) dan lingkar pinggang, sekarang lebih umum dari sebelumnya.

Penggunaan minyak goreng berulang merupakan prosedur rutin di dapur rumah tangga, warung pinggir jalan, hotel, dan restoran untuk menurunkan biaya produksi atau menaikkan margin keuntungan pada tingkat profesional. Namun masyarakat mengabaikan dampak penggunaan minyak goreng / pemanas berulang terhadap kesehatan karena hanya menghasilkan keuntungan / penghematan uang dalam waktu singkat. Konsumsi pangan olahan dari penggorengan / minyak goreng berulang dapat membuat manusia sakit dalam jangka panjang. Pemanasan atau penggorengan yang berulang tersebut menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan kimiawi yang tidak baik untuk dikonsumsi manusia. Berdasarkan survei ekonomi negara, produksi minyak nabati dan ransum impor sangat rendah di India yang menjadi perhatian atas penggunaan terbaik minyak goreng untuk perbaikan kesehatan dan kekayaan negara.

2. Limbah Minyak Goreng

Minyak Jelantah (Used Cooking Oil/UCOs) adalah minyak dan lemak yang telah digunakan untuk memasak atau menggoreng di industri pengolahan makanan, restoran, makanan cepat saji dan di tingkat konsumen, di rumah tangga. European Waste Catalog (EWC) mengklasifikasikannya sebagai Limbah Kota (limbah rumah tangga dan limbah komersial, industri, dan kelembagaan serupa) termasuk pecahan yang dikumpulkan secara terpisah, di bawah kode 20 01 25 (minyak dan lemak nabati). UCO yang diperoleh dari instalasi pengolahan air limbah juga dianggap bahan non B3 dengan kode berbeda: 19 08 09 (minyak dan campuran minyak hasil pemisahan minyak / air yang mengandung minyak nabati dan lemak).

Diperkirakan saat ini sekitar 90% minyak goreng dan lemak yang digunakan di UE dihasilkan dari minyak nabati, sedangkan di negara-negara seperti Belgia relatif banyak lemak hewani yang digunakan (Peters et al, 2013). Menurut estimasi EU, potensi UCO yang akan dikumpulkan sekitar 8L UCO / kapita / tahun. Diekstrapolasi ke total populasi Uni Eropa sekitar 500 juta, ini berarti bahwa 4 juta ton UCO adalah kapasitas tahunan – tujuh kali lebih banyak dari jumlah yang dikumpulkan saat ini. Potensi ini meningkat sekitar 2% per tahun, mengikuti peningkatan tahunan penggunaan minyak goreng di UE ‐ 15. Untuk mencapai tingkat pengumpulan ini, infrastruktur pengumpulan harus ditingkatkan (Anderssen et al, 2007).

3.Saponifikasi

Saponifikasi adalah proses yang melibatkan konversi lemak, minyak, atau lipid , menjadi sabun dan alkohol melalui aksi panas dengan adanya alkali berair (misalnya NaOH ). Saponifikasi adalah proses di mana trigliserida direaksikan dengan natrium atau kalium hidroksida (alkali) untuk menghasilkan gliserol dan garam asam lemak yang disebut “sabun.” Trigliserida paling sering adalah lemak hewani atau minyak nabati. Ketika natrium hidroksida digunakan, sabun keras diproduksi. Penggunaan kalium hidroksida menghasilkan sabun lembut

4. Sabun

Sabun merupakan zat yang digunakan untuk tujuan pencucian dan pembersihan, biasanya dibuat dengan memperlakukan lemak dengan alkali, sebagai natrium atau kalium hidroksida, dan terutama terdiri dari garam natrium atau kalium dari asam yang terkandung di dalam lemak. Sabun ini merupakan hasil produk dari proses saponifikasi.

TUJAN DARI PENGABDIAN MASYARAKAT INI ADALAH

  1. Masyarakat dapat memanfaatkan limbah minyak goreng dengan diolah menjadi sabun
  2. Masyarakat dapat mengurangi dampak negatif limbah minyak goreng pada lingkungan
  3. Masyarakat dapat menambah nilai ekonomis limbah minyak goreng

TARGET SASARAN

  1. Sasaran

Sasaran dalam pengabdian masyarakat merupakan ibu rumah tangga dan ibu-ibu yang tergabung dalam Tim Penggerak PKK Desa Cipancur sebanyak 25 orang.

2. Capaian

Ibu rumah tangga dan ibu-ibu yang tergabung dalam Tim Penggerak PKK Desa Cipancur sebanyak 30 orang.

ALAT DAN BAHAN

  1. Alat dan Bahan
  2. Air aquades/aquabides
  3. Minyak goreng bekas/ jelantah
  4. Natrium dioksida (NaOH)/ soda api
  5. Arang/ karbon aktif
  6. Pewarna (opsional)
  7. Pewangi (opsional)
  8. Wadah
  9. Timbangan digital
  10. Spatula kayu
  11. Pengocok/ whisk
  12. Sarung tangan

METODE yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sabun ini adalah menggunakan arang yang dibakar terlebih dahulu, agar arangnya aktif, dapat menggunakan karbon aktif. Jangan lupa memakai sarung tangan dan kaca mata pelindung dan pastikan soda api yang dimasukkan ke dalam air bukan sebaliknya serta memastikan tidak menggunakan alat-alat (sendok, wadah) dari alumunium. Setelah diperhatikan hal-hal tersebut, berikut adalah langkah pembuatannya:

  1. Bakar arang hingga menjadi bara (jika memakai arang/karbon aktif, tidak perlu dibakar)
  2. Lalu masukkan arang ke dalam minyak jelantah
  3. Diamkan selama ≥24 jam
  4. Tambahkan pewangi alami (daun pandan/sereh/kopi/dll)
  5. Setelah didiamkan ≥24 jam saring minyak jelantah dengan kertas saring atau kaos bekas
  6. Timbang 65gr soda api dan 190gr air
  7. Tuangkan soda api ke air (jangan sebaliknya)
  8. Hati-hati dengan panas dari campuran soda api dengan air
  9. Tunggu hingga suhu menurun/ dingin
  10. Campurkan campuran soda api dan air (yang sudah bersuhu ruang) ke minyak jelantah
  11. Aduk dengan spatula kayu atau mixer
  12. Aduk sampai adonan sabun kental seperti susu skm
  13. Boleh ditambahkan pewarna dan pewangi tambahan
  14. Masukkan adonan sabun ke cetakan yang sudah disiapkan
  15. Keluarkan dari cetakkan setelah 24 jam
  16. Diamkan sabun ≥14 hari untuk proses curing (menghilangkan bau dan sifat kimia soda api)
  • HASIL DAN DAMPAK DARI PERAKTEK PEMBUATAN SABUN
  • Hasil_Peserta melebihi target yang ditentukan yaitu 120% (30 dari target 25). Hasil lain yang dapat diukur dari pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah produk sabun yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat peserta.
  • Dampak

Peserta dalam hal ini masyarakat dapat memahami dan mengaplikasikan pembuatan sabun dari minyak jelantah sehingga dapat mengurangi pembuangan minyak jelantah ke lingkungan.

REKOMENDASI

  • Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Program studi dapat melanjutkan kegiatan pengabdian masyarakat lainnya sebagai kelanjutan dari program jelantah membawa berkah dengan kegiatan pengabdian masyarakat yang berfokus pada sistem pengumpulan jelantah skala rumah tangga dan juga strategi pemasaran produk sabun yang bekerja sama dengan TPKK Desa Cipancur

  • Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat melanjutkan pemanfaatan limbah minyak goreng ini untuk diaplikasikan di rumah masing-masing. Selain itu masyarakat dapat melanjutkan informasi dan ilmu yang telah didapat ke lingkungan terdekatnya

#PENGMAS #MANFAATKAN MINYAK GORENG JADI SABUN # DOSEN S1 KESMAS #PRODI KESMAS # STIKKU #CIPANCUR